Naskah asli
Selalu menangis menjerit-jerit menjelang
magrib, terbangun di tengah malam dan menunjuk sesuatu seringkali dialami Ading
saat masih berusia satu tahun. Ia akan bisa sedikit tenang jika saya
menyenandungkan ayat-ayat suci atau bershalawat. Atau pada suatu saat ketika
saya sedang sibuk memasak di dapur ia seringkali terdengar berbicara
sendiri kemudian tiba-tiba berhenti saat
saya menengoknya.
“kakak, ngobrol sama mainan ya?”
tanya saya, namun ia hanya tersenyum sambil mengangkat telunjuknya dan
menunjukkan sesuatu di sampingnya. Kemampuan berbicara Ading memang bisa
dibilang terlambat karena di usia 13 bulan saat saya mulai mendeteksi ada yang
berbeda pada putra semata wayang saya, ia masih belum bisa berbicara. Apa yang
saya, Ading dan keluarga kami alami terjadi begitu saja dan terasa begitu
tiba-tiba, yah mungkin karena saat itu saya sering meninggalkannya bekerja
sehingga pengawasan saya menjadi berkurang. Kecurigaan saya akan kemampuan yang
diturunkan dari beberapa anggota keluarga saya akan kepekaan indera ke enam
pada si kecil semakin kuat saat Ading sudah mulai bisa berbicara dan bercerita.
Pada waktu yang berbeda tiba-tiba ia marah dan segera menarik tangan
saya apabila saya meminta Ading untuk mengulurkan tangan dan mencium tangan
teman-teman atau rekanan ketika ia seringkali saya ajak saat tak ada
pengasuhnya.
“Bunda, jangan main sama tante yang
pake baju pink itu. bunda nanti dibikin nangis” kalimat ini hanya salah satu
dari sekian banyak kalimat yang Ading lontarkan dan saya hanya melewatkan
begitu saja tak memasukkan ke hati dari celotehan Ading yang seringkali aneh
meski akhirnya ternyata semuanya terjadi.
Kecurigaan saya semakin terbukti
saat Ading duduk di bangku taman kanak-kanak. Tiba-tiba saja ia tak mau masuk
ke gerbang sekolah padahal beberapa hari sebelumnya ia menunjukkan bahwa ia
sangat menyukai kegiatan barunya. Perilakunya yang tiba-tiba menangis dengan
lengkingan yang tinggi sambil berguling-guling di lantai cukup membuat repot
semua guru dan saya yang seringkali menungguinya bersekolah. Puncaknya ia tak
mau lagi sekolah tanpa alasan. Saya terpaksa menurutinya karena tangisan dan
sikap memberontak saat di sekolah cukup mengganggu teman-teman sekelasnya. Tangisannya akan
seketika terhenti saat saya kembali lagi membacakan doa-doa sambil berusaha
memeluknya.
Semuanya butuh perjuangan karena
setiap kali saya mengantar Ading sekolah saya selalu berusaha mengajaknya
membaca doa doa pendek saat duduk bersama di dalam kendaraan sepanjang
perjalanan menuju sekolah. Memang awalnya sulit karena seringkali ia memaksakan
diri agar bisa bermain game di gadget miliknya. Namun inilah, anugerah Allah
yang tak terkira. Ketika saya dianugerahi Ading yang notabene memiliki
kelebihan kepekaan indera keenam, sayapun telah memilikinya terlebih dahulu
sejak seusia Ading pula. Apa yang Ading rasakan seringkali saya rasakan pula
karena sayapun bisa melihat apa yang terjadi namun tak kasat mata meski tak
semua kelebihan yang dimiliki Ading juga saya miliki.
Kelebihan Ading yang memiliki kepekaan
indera keenam rupanya jauh melebihi perkiraan saya. Meninggalnya pemilik
sekolah dimana Ading bersekolah sebenarnya beberapa hari sebelumnya telah
diungkap. Ia hanya mengatakan bahwa saya harus segera menengok kakek-kakek yang
tinggalnya di lantai dua sekolahnya. Kelebihan inilah yang tidak saya miliki
sehingga seringkali saya tidak ngeh
dengan apa yang diceritakan Ading. Setelah beberapa hari kemudian ternyata
kejadian kejadian yang ia ceritakan benar-benar terjadi. Tak hanya itu,
beberapa kali Ading seringkali menceritakan apa yang telah saya alami semasa
kecil padahal sekalipun saya tak pernah menceritakan kepada Ading atau kepada
suami. Ah, Nak Bunda akan menjagamu semampu Bunda. Kelebihan Ading yang makin
tajam dari hari ke hari seringkali membuat orang lain terheran-heran. Hanya
saya yang merasakan bahwa apa yang Ading rasakan sebenarnya menganggu karena
benda-benda tak kasat mata hanya kami berdua yang tahu.
Hanya mengajarkan doa-doa dan
pengetahuan tentang benda-benada tak kasat mata yang sama-sama ciptaan Tuhan
yang bisa saya lakukan menghadapi hal ini. Meski semakin kuat kepekaan indera
keenamnya namun berkat penjelasan yang saya berikan tentang kelebihan yang ia
miliki, sejak saat itu pula ia tidak frontal untuk menunjukkan kepada sekitarnya
bahwa ia melihat sesuatu yang orang lain tidak lihat.
Alhamdulillah, anugerah kepekaan
indera keenam yang Ading miliki dapat dikendalikan berkat pengetahuan agama dan
berbagai macam doa yang sudah ia kuasai. Meski saat berada di rumah atau ketika
kami bertiga, Ading, saya dan ayahnya bersama-sama pergi ke suatu tempat dan
Ading menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh ayahnya atau orang lain
yang tidak memiliki kelebihan seperti yang Ading miliki.
“Bunda, kok di jembatan itu ada yang
pakai baju panjaaaaaang banget. Ading takut” untunglah kami kedua orangt tuanya
memahaminya sebagai anak indigo yang memiliki kepekaan terhadap apa yang
terjadi di sekitarnya.
Hanya satu hal yang cukup sulit saya
cegah saat saya atau suami berkumpul dengan teman-teman atau keluarga besar
yaitu ketika Ading memiliki kemampuan membaca isi hati orang lain.
“kok tante bohong sih”
“kalau Bunda nggak suka bilang aja “
“kalau Ayah marah ke Bunda harus
ngomong dong”
Atau bahkan ia
hanya sekedar berbisik “Bunda jangan main sama tante itu lagi ya nanti uang
bunda hilang” celotehan yang gampang-gampang susah dicerna namun memang
benar-benar terbukti karena beberapa waktu kemudian apa yang dikatakan Ading
terjadi, entah karena memang bakat kepekaan indera keenam yang tajam atau
karena kebetulan saja.
Diluar itu semua, hanya rasa syukur
yang bisa saya panjatkan kepada Tuhan atas anugerah memiliki anak yang memiliki
kelebihan kepekaan indera keenam. Semoga ini menjadi jalan agar kami semakin
dekat kepada Sang Pencipta dan makin mensyukuri nikmat yang kami peroleh selama
ini.
Naskah yang telah diedit dan dimuat
huruf tercetak merah = kalimat-kalimat yang dibuang
huruf tercetak biru = kalimat tambahan dari editor
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Selalu menangis menjerit-jerit
menjelang magrib, terbangun di tengah malam dan menunjuk sesuatu seringkali
dialami Ading saat masih berusia satu tahun. Ia akan bisa sedikit tenang jika
saya menyenandungkan ayat-ayat suci atau bershalawat.
Suatu saat
saya sedang sibuk memasak di dapur. Ia terdengar berbicara sendiri, lalu
tiba-tiba berhenti saat saya menengoknya.
“kakak, ngobrol sama mainan ya?”
tanya saya.
namun ia hanya tersenyum sambil
mengangkat telunjuknya dan menunjukkan sesuatu di sampingnya.
Kemampuan berbicara Ading memang
bisa dibilang terlambat, karena di usia 13 bulan saat
saya mulai mendeteksi ada yang berbeda pada putra semata wayang saya, ia
masih belum bisa berbicara.
Namun, ia sepertinya memiliki kemampuan lain yang berbeda.
Ia sangat peka.
Apa yang saya, Ading dan . keluarga kami alami terjadi begitu
saja dan terasa begitu tiba-tiba, yah mungkin karena saat itu saya sering
meninggalkannya bekerja sehingga pengawasan saya menjadi berkurang.
Kecurigaan saya
akan kemampuan yang diturunkan dari beberapa anggota
keluarga saya akan kepekaan indera ke enam pada si kecil semakin kuat
saat Ading sudah mulai bisa berbicara dan bercerita.
Pada waktu yang berbeda tiba-tiba ia marah dan segera menarik tangan
saya, apabila saya meminta Ading untuk mengulurkan tangan dan mencium tangan
teman-teman atau rekanan ketika ia seringkali saya ajak
saat tak ada pengasuhnya ia sedang bepergian
bersama saya.
“Bunda, jangan main sama tante yang
pake baju pink itu. bunda nanti dibikin nangis” kalimat ini hanya salah satu
dari sekian banyak kalimat yang Ading lontarkan dan mengejutkan
saya. Saya biasanya tidak anggap serius, namun
seringkali ucapannya itu kemudian terbukti. hanya
melewatkan begitu saja tak memasukkan ke hati dari celotehan Ading yang
seringkali aneh meski akhirnya ternyata semuanya terjadi.
“Bunda, kok di jembatan itu ada yang pakai baju panjaaaaaang
banget. Ading takut” untunglah kami kedua orangt tuanya memahaminya sebagai
anak indigo yang memiliki kepekaan terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
Saat Ading sudah masuk TK Kecurigaan saya semakin terbukti saat Ading duduk di bangku
taman kanak-kanak. Tiba-tiba saja ia tak mau masuk ke gerbang sekolah
padahal beberapa hari sebelumnya ia menunjukkan bahwa ia sangat menyukai
kegiatan barunya.
Ia
tiba-tiba Perilakunya yang tiba-tiba
menangis dengan lengkingan yang tinggi sambil berguling-guling di lantai dan cukup membuat repot semua guru dan saya yang
seringkali menungguinya. bersekolah.
Puncak protesnya
suatu hari ia menolak pergi ke sekolah tanpa alasan. Saya terpaksa menurutinya karena
tangisan dan sikap memberontak saat di sekolah sudah
cukup mengganggu
teman-teman sekelasnya. Tangisannya akan seketika terhenti saat saya
kembali lagi membacakan doa-doa sambil berusaha memeluknya.
Semuanya
butuh perjuangan karena setiap kali saya mengantar Ading sekolah saya selalu
berusaha mengajaknya membaca doa doa pendek saat duduk bersama di dalam
kendaraan sepanjang perjalanan menuju sekolah. Memang awalnya sulit karena
seringkali ia memaksakan diri agar bisa bermain game di gadget miliknya. Namun
inilah, anugerah Allah yang tak terkira. Ketika saya dianugerahi Ading yang
notabene memiliki kelebihan kepekaan indera keenam, sayapun telah memilikinya
terlebih dahulu sejak seusia Ading pula. Apa yang Ading rasakan seringkali saya
rasakan pula karena sayapun bisa melihat apa yang terjadi namun tak kasat mata
meski tak semua kelebihan yang dimiliki Ading juga saya miliki.
Kelebihan Ading rupanya jauh melebihi perkiraan saya. yang memiliki kepekaan indera keenam rupanya jauh melebihi
perkiraan saya. Meninggalnya pemilik sekolah dimana Ading bersekolah
sebenarnya beberapa hari sebelumnya telah diungkap.
Ia hanya mengatakan bahwa saya harus segera menengok
kakek-kakek yang tinggalnya di lantai dua
sekolahnya. Kelebihan inilah yang tidak saya miliki
sehingga seringkali saya tentu tidak ngeh
dengan apa yang diceritakan Ading.
Baru setelah pemilik sekolah yang tinggal di lantai dua itu
berpulang, saya mengerti apa yang ia maksudkan. Setelah
beberapa hari kemudian ternyata kejadian kejadian yang ia ceritakan benar-benar
terjadi. Tak hanya itu, beberapa kali Ading seringkali menceritakan apa yang
telah saya alami semasa kecil padahal sekalipun saya tak pernah menceritakan
kepada Ading atau kepada suami. Ah, Nak Bunda akan menjagamu semampu Bunda.
Kelebihan Ading yang makin tajam dari hari ke hari seringkali membuat orang
lain terheran-heran. Hanya saya yang merasakan bahwa apa yang Ading rasakan
sebenarnya menganggu karena benda-benda tak kasat mata hanya kami berdua yang
tahu.
Tak banyak
yang bisa saya lakukan untuk mengantisipasi kelebihannya.Hanya
mengajarkan doa-doa dan pengetahuan tentang benda-benada tak kasat mata yang
sama-sama ciptaan Tuhan yang bisa saya lakukan menghadapi hal ini kelebihan Ading.
Saya menjelaskan kepadanya tentang kelebihan Meski semakin kuat kepekaan indera keenamnya namun berkat
penjelasan yang saya berikan tentang kelebihan yang ia miliki, sejak saat itu pula sehingga
ia tidak frontal untuk menunjukkan kepada
sekitarnya bahwa ia melihat sesuatu yang orang lain tidak lihat.
Alhamdulillah,
anugerah kepekaan indera keenam yang Ading miliki dapat dikendalikan berkat
pengetahuan agama dan berbagai macam doa yang sudah ia kuasai. Meski saat
berada di rumah atau ketika kami bertiga, Ading, saya dan ayahnya bersama-sama
pergi ke suatu tempat dan Ading menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dilihat
oleh ayahnya atau orang lain yang tidak memiliki kelebihan seperti yang Ading
miliki.
Hanya satu hal yang cukup sulit saya
cegah saat saya atau suami berkumpul dengan teman-teman atau keluarga besar kami. yaitu ketika Ading spontan
seperti memiliki kemampuan membaca isi
hati orang lain tamu
tamu yang datang.
“kok tante bohong sih”
“kalau Bunda nggak suka bilang aja “
“kalau Ayah marah ke Bunda harus
ngomong dong”
Atau bahkan ia hanya sekedar akan berbisik
“Bunda jangan main sama tante itu lagi ya nanti uang bunda hilang” celotehan
yang berbahaya. gampang-gampang
susah dicerna namun memang benar-benar terbukti karena beberapa waktu kemudian
apa yang dikatakan Ading terjadi, entah karena memang bakat kepekaan indera
keenam yang tajam atau karena kebetulan saja.
Diluar itu
semua, hanya rasa syukur yang bisa saya panjatkan kepada Tuhan atas anugerah
memiliki anak yang memiliki kelebihan kepekaan indera keenam. Semoga ini
menjadi jalan agar kami semakin dekat kepada Sang Pencipta dan makin mensyukuri
nikmat yang kami peroleh selama ini.
Selamat yaa...tulisannya sudah tampil di Media. Pasti tambah semangat kedepan.
BalasHapusSaya juga ingin... Mudah-mudahan bisa tembus!
terus menulis dan tidak menyerah kirim ke media. semoga berhasil ya mbak
Hapusselamat ya mak bisa tembus femina. aku udah pernah buat dan krm tp blm dimuat jg.. ada tipsnya ? hehe
BalasHapustipsnya apa ya? menulis menulis dan menulis. semua mengalir apa adanya mbak..
Hapuswah, apa tdk ada rencana utk menutup indra keenam itu mbak? tp kalo anaknya tidak merasa terganggu ya seharusnya tdk apa2 ya.....
BalasHapussudah mbak..kami sudah berusaha. ruqyah, menutupnya, pengajian, dan tentunya mendoakannya tentu sebagai orangtua akan melakukannya. namun sehari ditutup, esok membuka. konsultasi dengan beberapa ustad juga kami lakukan. namun hasilnya sama, kami sudah ikhlas dengan anugerah yang diberikan Allah kepada Fadhiil. berhusnudzan bahwa ada rencana indah dibalik ini semua yang sedang disusun oleh Allah
Hapus