Selasa, 21 Februari 2017

Manner Before Knowledge




Saat anda memutar atau menekan gas kendaraan, maka konsekuensinya anda harus pintar menekan rem dan mengendalikan stir
Ketika anda sudah berada di atas kendaraan dan mau untuk mengendalikan stir , maka konsekuensinya anda HARUS dan WAJIB tahu rambu lalu lintas
Tak cukup paham dan mengetahui rambu lalu lintas , namun ketika anda sudah berkendara ya HARUS punya MANNER
Jangan karena anda sebagai pengemudi sudah cukup tahu bedanya garis lurus atau putus-putus pemisah lajur, lalu dengan seenak jidat, anda mengambil lajur dari arah berlawanan.
“Toh yang lain juga begitu”
“Toh Nggak ada polisi “
“ Toh , pengemudi dari arah berlawanan juga memberi kesempatan”
“ kalau ngga begitu kita kena antri panjang “
Heloo….inilah hasilnya pendidikan Indonesia yang mengagungkan KNOWLEDGE  namun minim  MANNER
Sudah tahu melanggar, malah masa bodoh dengan peraturan. Toh kalau ketauan cuman ditilang. Malunya sudah lenyap!!
Atau seringkali kita menemui seorang ibu yang membisikkan kepada anaknya untuk menerobos antrian.  Padahal “Sudah tahu harus mengantri” ----katanya “ ga pa pa Nak , langsung maju di depan aja. Kalau yang nyerobot anak-anak semua akan maklum “
Sampai kapan pendidikan kita mengagungkan KNOWLEDGE namun melupakan MANNER
Pekerjaan rumah besar buat para orangtua untuk membekali anak-anak mereka tentang MANNER

Minggu, 19 Februari 2017

Memilah sampah dari rumah : organik, non organik





Apa pasal?
Beberapa hari yang lalu di bak sampah depan rumah, saya menemukan sampah yang yakin bukan milik saya. Sampah non organic yang tergolong sampah bersih sudah saya pisahkan dengan non organic tercampur dan acak-acakan dengan beberapa sampah pospak yang basah dan hmm berbau menyengat. Entah kelakuan siapa ini yang jelas bikin jengkel karena sampah yang sudah dipilah pilah, diacak dan dicampur seenak jidatnya. Ceritanya TITIP SAMPAH.
Omelan panjang dalam hati pun antri. Huh…siapa lagi ini yang enggan untuk sadar memisahkan sampah. 
 

Mungkin Memisahkan sampah organic, non organic dianggap ribet
Mengapa?
Saya pernah mendapatkan pernyataan ini dari salah seorang ibu yang notabene istri dari abdi Negara alias PNS. Yah, mungkin pendapat saya memang belum ada artinya buat beliau yang mengganggap bahwa memilah sampah itu Ribet. Beliau beranggapan hanya bisa mengumpulkan sampah ke dalam satu kantong sampah tanpa mau tahu manakah sampah organic dan non organic. Kalau disuruh memilah sampah menurut golongannya dianggap ribet. Toh beliau telah merasa membayar iuran tinggal letakkan sampah di depan rumah, nantinya ada tukang sampah yang rutin mengambil. Beliau lupa keluhan yang ia sampaikan dengan bau sampah menyengat akibat keterlambatan pengambilan sampah mengakibatkan  bencana kecil berupa polusi bau akibat perilakunya sendiri. kebayang nggak kalau sampah organic dan non organic nyampur….welehhh…
Ego seperti inilah yang harus dihilangkan. Merasa punya uang untuk membayar jasa tukang sampah lalu berhak untuk melakukan tindakan yang ternyata akan merugikan anak cucunya nanti di masa depan
Idealis?
Mungkin.
Tapi tidak buat saya. Karena sebenarnya ngga susah untuk memisahkan antara sampah organic, non organic. Yang penting Niat Ingsun dulu lah
coba saja, misalkan 1 rumah melakukan pemisahan sampah organic, non organic  lalu sampah organic itu dimasukkan ke dalam lubang biopori, sampah berupa daun-daun kering  kita tanam dalam tanah yang nantinya bisa menjadi pupuk alami bagi tanah, jadi yang kita kirim ke pembuangan sampah akhir hanyalah sampah non organic . tentunya kita mempermudah pekerjaan para pengumpul botol, plastik bekas. .  Sampah nggak akan menggunung dalam jangka waktu lama, kita tak perlu menutup hidung saat melewati TPA/TPS
bagaimana kalau yang melakukan 10 rumah, 100 rumah, 1000 rumah atau bahkan 10000 rumah. Nyaman bukan kalau lingkungan bersih.
Hmm jadi teringat dengan program pengolahan sampah di Surabaya. Andai saja di Bandung punya tempat pengolah sampah serupa dan bisa melakukan hal tersebut. Pilah sampah, setor sampah menurut golongannya, perlihatkan KTP lalu bisa mendapatkan pupuk kompos Gratis….wah siapa yang nggak mau
Mungkin kalau Bandung bisa diberlakukan  : setiap setor sampah sebanyak 10x atau 20x yang sudah dipilah menurut golongannya akan mendapatkan bibit tanaman . aih pasti makin bahagia tinggal di Bandung . selain membantu pengolahan sampah, pembagian bibit tanaman gratis akan membantu penghijauan di Bandung….pasti banyak yang mau kan. 

Bibitnya dari mana? Todong aja perusahaan-perusahaan untuk menyalurkan CSRnya dalam bentuk pengadaan bibit tanaman pelindung/buah-buahan….hahaha pengen gratisan atuh

Apa sih susahnya memilah sampah? Toh bumi ini akan tetap menjadi tempat tinggal bagi anak cucu kita. Jadi coba lah mulai menata hati untuk memulai menata pilah sampah rumah tangga. Kalau bukan dimulai dari rumah kita , lalu siapa lagi yang mau memulai?
Jangan sampai Sampahmu mendarah daging menjadi bencanamu….segera dimulai ya…nggak pakai lama, ngga pakai ribet, nggak pake gengsi !

Tips-Trik Atasi Kecanduan Gadget Pada Anak





Gadget rasanya sudah menjadi kebutuhan di sekitar kita. Tak hanya Ayah, Bunda bahkan ada banyak anak-anak yang sudah diberi kebebasan untuk memiliki gadget sendiri oleh orang tuanya. Kalaulah gadget tersebut digunakan sesuai kebutuhannya, misalnya untuk mendukung sebagai salah satu sumber belajar pada anak, mungkin tak jadi masalah. Namun, apabila penggunaan gadget tersebut membuat anak menjadi susah belajar, susah “mendengar” panggilan orang tua, “susah” bersosialisasi dengan teman sebayanya, bahkan susah untuk mengatur aktivitasnya sehari-hari hanya karena asyik dengan teman barunya yang bernama “gadget”, maka kita wajib waspada. 

Kalaupun ia menggunakan gadget untuk bermain game seharian, mungkin kita masih bisa mengalihkannya perlahan ke permainan nyata atau aktivitas lainnya. Lalu, kalau ternyata anak kita sudah mulai kecanduan gadget hanya karena bebas untuk mengunduh atau menyaksikan video yang berbau kekerasan dan umbar aurat, apakah kita dapat memperbaiki memori anak terhadap tampilan tersebut? Tentu tidak! Kerusakan tersebut permanen, karena akan menetap terus dalam memori anak..

 Yuk Ayah, Bunda…cegah anak kecanduan gadget. Ada beberapa tips dibawah ini yang saya dapatkan dari pengalaman pribadi. Beberapa hal tersebut adalah :
1.      Bekali anak dengan Iman
Semenjak ia mulai mengerti perbedaan jenis kelamin saya memang membekali anak dengan batas-batas yang harus dipahami dan dipatuhi. Jelaskan secara ilmiah dan ditinjau dari sisi agama mengapa harus demikian. Kalau saya sih selama ini menjelaskan kepada anak batas aurat pria dan wanita. Mana yang boleh dilihat dan mana yang tidak boleh dilihat. Ketika melanggarnya maka tanggung jawab kita adalah hanya kepada Tuhan, bukan takut kepada saya atau ayahnya sebagai orangtuanya. Alhasil ketika main game di gadget yang kadang-kadang melintas iklan yang menyajikan aurat wanita, ia akan meletakkan dan menghentikan permainan. Ajarkan tanggung jawab menjaga imannya sedikit demi sedikit.
2.      Jangan beri anak Gadget
Kalau sesekali bermain gadget sih buat anak saya boleh-boleh saja. Dengan catatan :
Status dari gadget tersebut didepan anak-anak tetap milik anda, sehingga ketika gadget tersebut dipakai statusnya pinjam pakai. Itupun dengan jadwal yang sudah disepakati sebelumnya. Misalnya : saya memberlakukan aturan boleh pinjam pakai di hari sabtu mulai pukul 07.00 – Minggu pukul 15.00. harus disiplin - Konsisten. Nah diwaktu yang disepakati biasanya akan diajak beraktifitas, misalnya jalan-jalan, main sepeda atau hanya sekedar bermain dengan teman-temannya. Alhasil paling-paling Cuma bisa ada waktu 1-2 jam selama hari sabtu minggu pegang gadget. Itupun tetap dengan pengawasan. Kurangi perlahan frekuensi bermain gadget,  Lama-kelamaan anak akan asyik dengan kegiatan diluar permainan gadget alias lupa.bagaimana kalau anak tantrum? beri pengertian bagi anak untuk konsisten terhadap aturan yang sudah disepakati sebelumnya.
3.      Ajak anak memiliki kegiatan lain selain bermain gadget
Saya memang tipe ibu-ibu galak dengan jadwal anak. Semua tak lain dengan tujuan anak belajar disiplin, punya waktu istirahat sesuai dengan usianya (mungkin karena saya pernah baca bahwa anak yang kurang waktu istirahatnya akan berpengaruh pada kelelahan tubuh dan otak, di Jepang aja diberlakukan wajib tidur siang bagi pelajar dan pekerja selama 1 jam untuk menekan kelelahan otak dan stroke). Jadi anak boleh main kalau sudah mengerjakan PR, dan beristirahat cukup. Mainnya sih nggak jauh-jauh , toh hanya bermain bola, sepeda, petak umpet, main lego  bersama teman-temannya sekomplek. Atau yang seringkali kita lakukan baca buku, jalan-jalan ke mall dan tentunya ke toko buku. Wah….ini memang hobi favorit anak. Jadi kalau ia punya hobi yang positif harus didukung ya, karena hobi positif inilah yang bisa menekan keinginan mereka main gadget.
4.      Beri reward
Reward? Hmm reward jangan keseringan ya…perlu dijadwalkan untuk memberikan penghargaan atas anak yang telah susah payah menekan hasrat bermain gadget. Kalau saya sih nggak susah-susah, biasanya si kecil minta dibelikan buku bacaan, atau makan di resto atau rekreasi atau hanya sekedar minta dibuatkan resoles buatan saya sendiri…mudah kan.
5.      Jadilah panutan
Jangan sampai kita melarang main gadget, tapi saat bermain dengannya atau baca buku dengannya kita asyik pegang hape. Boleh pegang gadget tapi tetap perhatikan aktivitasnya, ceritanya, atau bahkan keluhannya.

So….siapkah ayah bunda menghindarkan kecanduan gadget dari kehidupan si kecil? Ayo ….nggak susah kalau kita punya niat dan lakukan!

Semoga sukses ya Ayah, Bunda, Mama, Papa, Abi, Umi….

Mood booster masa PSBB di Coger madani , ngopi asyik di Bandung timur

Frezze ...     Iya. Menyelesaikan naskah berhari hari sudah jadi makanan saya selama  8 tahun ini. Dalam 2 bulan bisa 2-3 naskah buku yang...